Rabu, 30 Oktober 2013

Sepotong sore yang basah




Sore ini, sebagian udara yang berjingkat dari luar lingkungan perlahan masuk, menjadi sebuah udara yang tidak seharusnya saya rasakan. Bagi saya, udara sore adalah udara yang paling nakal, sedangkan udara subuh adalah udara yang paling genit, jika udara sore masih mampu membuat sebagian orang akhirnya berakhir lemas diatas ranjang atau di kamar mandi setidaknya udara subuh membuat sebagian orang di atas ranjang menjadi kedinginan. Sepotong sore yang basah dan hujan yang geram, satu cipratan yang begitu agung dan bencana bagi sebagian tanggapan orang, karena hanya basahnya hujan yang mampu membuat orang menjadi geram, menjadi mengeluh karena harus menunda kepergian dan menunda janjian dengan orang. Barangkali janjian dengan selingkuhan di kafe yang remang-remang, begitu banyak cerita dari sore menjelang malam, sepotong rindu dari si mantan atau ajakan tidur dengan perempuan jalang, semuanya kompleks, dan hidup memanglah cukup kompleks. Hal yang paling jemu di lakukan seseorang adalah memendam permasalahan dirinya sendiri dengan sebongkah senyuman jelek yang sama sekali tak mengagumkan. Karena bagaimanapun, permasalahan hidup akan tetap terlihat jelas oleh sebagian orang yang lihai dengan masalah yang tidak seharusnya di ceritakan.
Barangkali kita harus menyisipkan sepotong rindu yang gelisah dan keadaan yang begini-begini saja, karena terkadang waktu yang akan menjawab segala hal yang pernah kita lakukan atau yang sedang kita lakukan, seperti saya sekarang. Meneguk tradisi kehidupan dikedalaman sore yang sama sekali tak mengagumkan, dikedalaman hidup yang tak pernah berani mengungkap sebuah hal misteri yang di percaya oleh orang-orang. Hujan yang berpetir adalah cerita yang paling halus di tempat tidur ketimbang sperma yang dihasilkan dari si lelaki dan kemudian di tumpahkan di liang senggama perempuan. Mau seperti apapun statusnya, perempuan tetaplah perempuan, selalu mempunyai sisi sensitif yang tak pernah mampu di karang orang-orang karena meskipun air mata perempuan palsu, setidaknya selangkangan mereka masih asli. Permasalahan yang kompleks dan tradisi hati selalu menjadi pembicaraan yang sangat hangat disini, di warung kopi remang-remang ini, saya hanya tidak mau beranjak kemanapun, cukup disini dan memulai segala imaji melalui sesap kopi yang pahit, kopi yang pahit seperti hidup yang cukup pahit. Menenggak sepi setiap hari dengan sebuah cara yang unik, menenggak jiwa yang tidak pernah diresapi oleh manusia lain. Disini, sepotong sore yang basah menjadi pembicaraan lebih hangat ketimbang pembicaraan tentang sepasang kekasih yang lemas, bau tanah, udara yang cukup menggetarkan kulit, dan bulu dada yang sedikit merinding dengan suasana keadaan lingkungan.

aku persembahkan sepotong senja dan sepotong rindu, untuk siapa saja yang percaya bahwa cinta itu , ada

Selasa, 16 Oktober 2012

Perempuan Peminum Kopi



Saya tahu selingkuh itu indah, saya bahkan tahu dengan jelas bahwa selingkuh itu adalah melanggar aturan - aturan agama , semacam pengkhianatan, semacam pengingkaran, didepan saya ada seorang perempuan, meminum sebuah kopi dengan rokok dan menghembuskannya selalu dengan perlahan, saya melihat rokok itu seperti cerita dongeng, seperti sebuah kenangan, dengan wajah kucel, dengan wajah penuh dengan kebingungan, barangkali ia hanya ingin menunggu seseorang datang menjemputnya tapi sampai tegukan kelima, sampai gelas kopi yg ia pegang kosong lelaki atau barangkali kenangan itu belum datang jua, ini malam sangat kelam.

Ini malam sudah tenggelam, tak ada yg menyapanya tak ada berani menemaninya, perempuan itu gelisah, terkadang menangis dengan air mata meleleh seperti lilin, seperti canggung pada kenangan kopi, “ini setia kenapa teringkari” terkadang ia seperti bualan dan gosip di pagi buta, dan terkadang hidup memang tidak seharusnya bergejolak pada nasib yang sama, pada kesalahan yang sama, ia masih diam dengan wajah yang begitu tak berselera, barangkali seseorang harus memesan kopi untuk bisa mengingat cerita kenangan yang akan segera dilupakan, waktu tak pernah berbuat sebaliknya, justru sia-sia jika semua meragukan kepastian, waktu dan wanita itu ibarat jam dinding yang berdetak. 
Saya masih melihat perempuan itu menangis, dari matanya mengalir air mata kejujuran melewati pipi yang yg sinis, ia masih saja mengharap suaminya kembali tanpa membawa uang, tanpa membawa ATM ataupun kartu kredit, ia hanya selalu berharap suaminya menjemputnya dengan membawa penjelasan tentang cinta mereka, memang cinta tak pernah bisa menemukan dirinya sendiri di sejuta kegelapan yang ia punya.

Saya merasa memang orang ketiga adalah perusak satu hubungan, ia seperti lintah yang menghisap atau sebuah tikus yang masuk tanpa ada yang mengundang, orang ketiga selalu merasa bahwa dirinya pantas untuk menggantikan cinta yang pertama, itu hanya kebohongan, itu hanya sebuah kepalsuan, saya sendiri tidak mau menghabiskan dengan orang ketiga, dengan orang yang menamakan dirinya perebut cinta seseorang, barangkali wanita itu masih selalu berpikir tentang suaminya yang ga mau pulang, atau ga mau menjemput dia, kopi menjadi dingin, ada lima gelas kopi di depannya, tapi tak ada tanda ya akan beranjak dari tempat itu, 
Suaminya membawa pulang selingkuhannya di hotel berbintang enam, tak lagi dirumahnya bermain main dengan air mani di atas ranjang yang sempurna, pernikahan yang peyok menjadi alasan utama keretakan yang mendalam, antara jarak dan beberapa bibir malam yang renta terdapat bayangnya, tak peduli bagaimana ia akan memahami cinta. 

Bagaimana ia memahami setia, ia hanya peduli pada orang ketiga, perselingkuhan itu saya namakan perskutuan antara anak jin dan setan, karena ia selalu hidup pada malam hitam dan malam selalu menjadi saksi, seharusnya perempuan yang masih terdiam dan menenggak kopi itu mempertanyakannya pada malam yang kelam, pada bintang yang menjadi saksi atas sejarahnya yang hitam, barangkali memang hidup harus sesuai dengan tujuan, satu persatu, antara sadar atau tidak, perempuan malang itu beranjak keluar dari hidangan kopi yang matang, menuju rumah yang dipakai suaminya yang sedang berciuman di atas ranjang. 
warung kopi, 16 januari 2012

KEMARILAH SAYANG



“Kemarilah sayang kau kan kudekap” 
kata pria itu disebuah tempat kopi remang sembari mendekap kesepiannya yang perlahan dan berteriak menangis untuk kekasihnya, perlahan lelaki itu masih menenggak kopinya yang masih tersisa sedikit, dia memesan kepada barista untuk tidak dicampurkan dengan susu ataupun vanila, hanya kopi tanpa gula, tanpa pemanis apapun, karena menurutnya rindu itu tak manis, rindu itu tak enak, dia menganggap jika dia meminum kopi dengan mencampuri kopinya dengan gula berarti dia telah mengkhianati kekasih hatinya, ya begitulah lelaki itu tetap bersantai disofa disebuah tempat coffee shop yang biasa dia datangi bersama kekasih hatinya, sesekali ia bergumam bahwa kopi yang dia minum adalah kenangan masa lalu, atau sebuah nasib yang tak pernah diterima oleh takdir, ah ku kira semuanya begitu, terkadang lelaki itu menangis sembari meminum kopi terakhirnya, baginya kopi adalah seduhan yang bisa menenangkan jiwanya, hatinya, dan imajinasinya yang baru kemarin lelah, “aku ingin mencumbu bibirmu sayang” dia menuliskannya disebuah kertas lusuh untuk kemudian ditinggalkan disitu saja, rindunya yang hebat mampu dia dekam dengan emosi dari air matanya yang telah keluar. 
“sekilas memang kopi adalah kehangatan kenangan yang hanya tidak bisa dinikmati oleh satu orang tapi semua orang yang bernama manusia, terkadang impianlah yang membuat kita menjadi terpacu dari dunia yang kayak iblis ini ” begitulah kata kata terakhirnya sebelum meninggalkan coffee shop itu, dia seperti seorang lelaki yang bimbang, bimbang dan tak tahu arah untuk pulang, yang hanya dia tahu bahwa dia rindu dengan kekasihnya yang berada dinegeri seberang tapi mana mungkin dia memintanya untuk pulang, seseorang tidak boleh egois dalam masalah kerinduan, tapi, setidaknya cinta berbicara dalam kondisi dan keadaan yang agak berbeda maka terimalah yang ada, keadaan yang ada, saya memperhatikan lelaki itu berjalan tak seimbang dipersimpangan jalan, ini malam memang keruh dalam peluh, saya hanya ingin membantunya untuk berdiri setelah sekian lama dia menangis dan terjatuh, cinta dan keadaan yang lain akan anda lewati hingga sekuat apapun anda melewatinya «===  ”kata saya” 
sudahlah, kopi ini adalah kenanganku bersamanya dan aku akan selalu merindukannya meski aku harus seperti seorang tua bangka yang berdiri di simpang jalan, aku mencintainya

Sepotong sore yang basah

Sore ini, sebagian udara yang berjingkat dari luar lingkungan perlahan masuk, menjadi sebuah udara yang tidak seharusnya saya rasakan. ...